TIMES JAZIRAH, BLORA – Hari Pemungutan dan Penghitungan Suara (Pungut Hitung) Pemilu 2024 sudah semakin dekat. Hitung mundur tinggal 7 Hari lagi menuju 14 Februari.
Hari Punghut Hitung menjadi hari yang dinantikan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Tidak terkecuali kontestan Pemilu 2024, Partai Politik, Calon Perseorangan (DPD) serta Calon Presiden dan Wakil Presiden.
Pada Rabu Pahing inilah, kepemimpinan nasional akan ditentukan dan diketahui siapa saja yang dipilih masyaraat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau Kota.
Saat hari Pungut hitung ini, maka peran dari penyelanggara yang ada di tingkat bawah paling krusial. Sebab ditangan merekalah hasil pemilu diwujudkan. Proses pemungutan dan penghitungan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil inilah menjadi tantangan.
Merekalah para anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang menjadi garda terdepan. Tugas dan tanggungjawab yang tidak ringan sebenarnya.
Pada ruang maya kini muncul konten yang kreatif, segar sangat menghibur. Yang intinya memberikan apresiasi menjadi KPPS. Khususnya dengan honor Rp 1,2 Juta untuk Ketua dan Rp 1,1 juta bagi anggota. Dibandingkan dengan Pemilu 2019 honor ini mengalami peningkatan yang sangat besar.
Nah, melihat peran yang krusial dalam mengawal proses tungsura ini, maka potensi-potensi yang kemungkinan muncul saat Tungsura harus sudah di ketahui. Sebab ada kemungkinan timbulnya proses yang tidak sesuai sehingga menjadikan pungut hitung di TPS menjadi diragukan dan tudingan kecurangan.
Dalam catatan, ada tiga tahapan yang harus menjadi perhatian serius untuk mengurangi potensi pelanggaran. Saat Tungsura memang ada potensi pelanggaraan, seperti pelanggaran administrasi, tindak pidana pemilu hingga pelanggaran etika penyelenggara.
Maka semua yang menjadi KPPS harus benar-benar, memahami dan mengerti betul proses dan hal teknis saat Tungsura. Mulai dari sebelum, saat dan setelah Tungsura. Jangan sampai ada kesalahan yang itu akan menimbulkan suatu pelanggaran. Salah satu contohnya adalah Pemungutan Suara Ulang (PSU)
Potensi PSU
Terlihat sepele dan apa bisa terjadi PSU. Itu mungkin pertanyaan yang muncul di benak masyarakat. Namun nyatanya hal itu bisa terjadi, Pemilu 2019 di Jawa Tengah ada 25 TPS yang dilaksanakan PSU.
Ketentuan PSU diatur bedasarkan Pasal 372 ayat (1) dan (2)Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi, bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibattan hasil pemungutan suara tidak dapat digunalmn atau penghitungarn suara tidak dapat dilakukan
(2) Pemungutan suara di Tps wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas tps terbukti terdapat keadaan sebagai berikut: huruf d. Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan
Untuk Pemilu 2024 ada Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Umum, Pasal 80 Ayat (1) dan (2).
Adapun untuk jangka waktu pelaksanaan PSU di TPS paling lama 10 hari setelah Pemungutan Suara berdasarkan Keputusan KPU Kabupaten/Kota, Pasal 81 Ayat (3)
Melihat data Pemilu 2019 yang memang ada PSU, kemungkinan di Pemilu 2024 juga bisa saja terjadi.
Mengutip dari Buku Sketsa Pengawasan di Bumi Sami, Bawaslu Kabupaten Blora. PSU di Blora Kasus terjadi dimana ada 5 pemilih yang menunjukkan KTP-el bukan warga asli TPS serta tidak membawa A-5. KTP-el sendiri luar provinsi Jateng namun oleh KPPS diberikan surat suara Presiden dan Wakil Presiden.
Seharusnya jika pemilih yang hanya menunjukkan KTP-el hanya bisa mencoblos di TPS asal. Jika dijumpai pemilih yang demikian tentu tidak bisa menggunakan hak pilihnya.
Hal itu pada ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 348 Ayat (1) dan (2) serta Pasal 349 Ayat (1) Pemilih kartu tanda penduduk elektronik yang tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan serta penduduk yang telah memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam pasal 348 Ayat(1) huruf c dan d diberlakukan ketentuan sebagai berikut: a. memilih di TPS yang ada rukun tetangga atau rukun warga sesuai dengan alamat yang tertera di kartu tanda penduduk elektronik;
Teliti dan Cermat
Potensi kerawanan diatas bisa terjadi lagi, maka KPPS serta Pengawas TPS (PTPS) dan saksi harus memiliki pengetahuan yang baik dan teknis saat bertugas. Jika sejak sudah diketahui maka potensi pelanggaran itu bisa dicegah.
Kemungkinan adanya PSU terjadi karena KPPS kurang teliti dalam memberikan surat suara kepada pemilih. Terlebih istilah untuk pemilih juga beragam. Setidaknya ada beberapa hal yang diperhatikan
Pertama, adanya lima surat suara menjadi salah satu penyebabnya. Kedua, identifikasi pemilih yang status terdaftar di DPT, pemilih tambahan (DPTb), Pemilih Khusus (DPK) kemudian pemilih yang memiliki KTP-el tapi belum terdaftar. Ketiga, daerah pemilihan yang berbeda-beda. Hal ini memungkinkan jika ada pemilih yeng berstatus DPTb, DPK tidak harus mendapatkan lima surat suara.
Disinilah KPPS harus teliti dan cermat saat proses diawal, pemilih datang di TPS. Kalau pemilih yang DPT tentu tidak ada kesulitan. Tapi jika saat menemukan yang kategori DPTb atau DPK dan hanya membawa KTP-el harus di lihat secara teliti.
Potensi kerawanan diatas bisa terjadi lagi, maka KPPS serta Pengawas TPS (PTPS) dan saksi harus memiliki pengetahuan yang baik dan teknis saat bertugas. Jika sejak sudah diketahui maka potensi pelanggaran itu bisa dicegah.
Pemahaman inilah yang harus di sampaikan dengan baik kepada KPPS dan PTPS sebelum hari pungut hitung. Caranya melalui simulasi yang mengarah pada terjadinya potensi masalah di TPS, secara berkelanjutan sampai benar-benar KPPS paham.
Ditengah maraknya disinformasi selama jalannya Pemilu 2024, maka sudah selayaknya Pungut Hitung menjadi momentum untuk menunjukkan bahwa hasil suara di TPS benar-benar murni pilihan masyarakat.
Tidak ada rekayasa dan tidak kecurangan apapun saat Pungut Hitung di TPS. Saat di TPS inilah seluruh masyarakat aktif terlibat dengan melihat, mengawasi setiap apa yang dilakukan oleh KPPS saat menjalankan tugasnya.
Ditingkat TPS inilah nasib bangsa dipertaruhkan, jadi jangan berbuat melakukan kecurangan. Anda setuju?
***
*) Oleh : Sugie Rusyono, S.IP, Korda Akademi Pemilu dan Demokrasi, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Muhamadiyah, Kabupaten Blora.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Writer | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |