TIMES JAZIRAH, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut kenaikan harga emas yang mendorong inflasi tahunan sebesar 2,86 persen pada Oktober 2025 merupakan dampak positif dari pembentukan bank emas (bullion bank) di Indonesia.

Menurut Airlangga, kenaikan harga logam mulia tersebut menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap investasi aset bernilai tinggi.

“Inflasi 2,86 persen, memang salah satu yang naik adalah terkait pembelian emas. Jadi ini satu hal yang relatif positif karena masyarakat sudah bisa mencari aset berkualitas. Ini efek dari pembentukan bullion bank,” kata Airlangga di Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Ia menjelaskan, setelah bullion bank resmi diluncurkan pada Februari 2025, masyarakat semakin memahami manfaat investasi emas. Dampaknya, emas menjadi penyumbang utama inflasi tahunan Oktober 2025, dengan andil sebesar 0,68 persen terhadap total inflasi nasional.

“Sejak diluncurkannya bullion bank, awareness atau pemahaman masyarakat terhadap investasi emas meningkat,” ujar Airlangga.

Gangguan Pasokan dan Lonjakan Permintaan Dongkrak Harga Emas

Airlangga menambahkan, kenaikan harga emas saat ini juga dipicu oleh ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan di pasar global. Permintaan emas meningkat tajam, sementara rantai pasok belum sepenuhnya pulih.

“Tentunya ini yang mendorong harga emas naik all time high, karena supply dan demand-nya tidak berimbang,” jelasnya.

Meski demikian, sejumlah produsen emas dalam negeri disebut tengah berupaya meningkatkan kapasitas produksi guna memenuhi permintaan domestik yang melonjak setelah kehadiran bullion bank.

Bullion Bank Perkuat Ekosistem Industri Emas Nasional

Bullion bank atau bank emas merupakan lembaga keuangan dengan izin khusus untuk melakukan berbagai transaksi emas — mulai dari jual beli, penyimpanan, hingga pembiayaan berbasis emas.

Lembaga ini diresmikan Presiden Prabowo Subianto pada Februari 2025 dan dijalankan melalui kolaborasi Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Pegadaian.

Tujuannya, memperkuat ekosistem industri emas dalam negeri, mengurangi ketergantungan terhadap impor, serta memberikan akses investasi yang lebih luas bagi masyarakat tanpa harus membeli emas fisik.

Dengan sistem bullion bank, masyarakat dapat berinvestasi emas secara digital, yang dinilai lebih efisien, aman, dan transparan.

Emas Jadi Penyumbang Inflasi Tertinggi Oktober 2025

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahunan (year-on-year/yoy) pada Oktober 2025 mencapai 2,86 persen, naik dari 106,01 pada Oktober 2024 menjadi 109,04 pada Oktober 2025.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menjelaskan, emas menjadi komoditas dengan andil terbesar terhadap inflasi tahunan, yakni 0,68 persen.

“Kenaikan harga emas global berdampak langsung terhadap pasar domestik, menjadikannya penyumbang utama inflasi tahunan Oktober 2025,” ujar Pudji di Jakarta, Senin (3/11/2025).

Selain emas, komoditas lain yang turut mendorong inflasi adalah cabai merah (0,28 persen), beras (0,16 persen), tarif air minum PAM (0,14 persen), dan ikan segar (0,13 persen).

Investasi Emas Kian Populer di Tengah Stabilitas Inflasi

Kenaikan harga emas yang diiringi dengan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam investasi logam mulia dinilai menjadi indikator positif bagi stabilitas ekonomi nasional.

Meski berkontribusi terhadap inflasi, pergerakan harga emas dianggap menunjukkan pergeseran pola konsumsi masyarakat ke arah investasi produktif.

Pemerintah optimistis, dengan sistem bullion bank yang kini berjalan, Indonesia dapat membangun pasar emas domestik yang kuat, transparan, dan kompetitif — sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi dari gejolak global.(*)