TIMES JAZIRAH, JAKARTA – Untuk kesekian kali Donald Trump memperingatkan Hamas agar nurut seperti apa yang telah digagasnya untuk mengakhiri perang di Gaza karena alasannya Israel menerima persyaratannya, namun hal yang sama tidak pernah diberikan kepada Israel.
Israel hingga hari ini terus menerus melakukan serangan besar-besaran di kota Gaza, dan kali ini yang menjadi sasaran adalah gedung-gedung tinggi yang dalihnya sebagai tempat Hamas memantau gerakan Israel meski tanpa didukung bukti. Hamaspun membantahnya.
Trump, sekali lagi, Minggu kemarin mengunggah tekanannya itu di Truth Social sebagai 'peringatan terakhir' kepada Hamas untuk menerima proposal gencatan senjata baru yang ditengahi AS yang menurutnya telah disetujui Israel.
"Semua orang ingin para sandera PULANG. Semua orang ingin perang ini berakhir!", seraya menambahkan, "Ini peringatan terakhir saya. Tidak akan ada peringatan lain," tulisnya.
Konon katanya proposal tersebut dikirim ke Hamas pada hari Minggu oleh Utusan Khusus AS, Steven Witkoff.
Diduga Hamas dijanjikan bahwa Amerika Serikat akan mengadvokasi diakhirinya operasi militer Israel, sebagai imbalan atas pembebasan segera semua sandera.
Hari Minggu kemarin saja, Israel telah membunuh 65 orang di Jalur Gaza termasuk 49 orang di bagian utara daerah kantong yang terkepung itu, dan kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Israel dengan membabi buta meningkatkan penghancuran Kota Gaza, meratakan kota itu dengan cara mengebom gedung-gedung tinggi. Israel meratakan gedung itu satu per satu, mengebom bangunan tempat tinggal, dalam upayanya merebut kota tersebut.
Menurut Pertahanan Sipil Palestina, sedikitnya sudah 50 gedung tinggi dihancurkan Israel tanpa sebab.
Kemarin, Israel menyerang Menara Al-Ruya menyebabkan sedikitnya 65 warga Palestina di Jalur Gaza meninggal dunia, jumlah itu sudah termasuk 49 orang di bagian utara daerah kantong yang terkepung itu.
Militer Israel mengatakan pihaknya menyerang Menara Al-Ruya pada hari Minggu setelah mengeluarkan ancaman evakuasi, dengan memaksa penduduk dan keluarga pengungsi yang berlindung di tenda-tenda darurat di lingkungan tersebut untuk pergi dari situ.
Kepala Jaringan LSM Palestina, Amjad Shawa, yang berada di dekat lokasi serangan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa situasinya "menakutkan", dan membuat masyarakat di sana panik.
"Hari ini, ratusan keluarga kehilangan tempat berlindung. Israel terus menerus memaksa warga Palestina ke wilayah selatan dengan menggunakan ledakan-ledakan ini, tetapi semua orang tahu bahwa tidak ada tempat aman di selatan atau zona kemanusiaan mana pun," kata Shawa.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu berdalih militernya melenyapkan infrastruktur teroris dan gedung-gedung pencakar langit teroris yang jahat, sebuah pernyataan yang sering diulang-ulang olehnya dan Israel ketika menghancurkan infrastruktur sipil di Gaza.
Serangan terhadap Al-Ruya, gedung lima lantai dengan 24 apartemen, serta department store, sebuah klinik, dan sebuah pusat kebugaran itu menyusul serangan sebelumnya terhadap Al Jazeera Club di pusat Kota Gaza, tempat tenda-tenda yang menampung keluarga-keluarga pengungsi juga menjadi sasaran.
Pada hari Jumat dan Sabtu, berturut-turut, Israel juga menyerang Menara Mushtaha setinggi 12 lantai dan Menara Soussi setinggi 15 lantai.
Beberapa warga Palestina yang berlindung di tenda-tenda di sekitar menara-menara tersebut terluka.
Satu keluarga yang tempat tinggalnya hancur ketika Menara Soussi menjadi puing-puing mengatakan, "kami tidak punya apa-apa lagi".
"Kami segera meninggalkan gedung tanpa membawa apa pun. Israel menyerang gedung setengah jam kemudian," kata pria Palestina itu. "Sekarang, kami berusaha menjauh dari pandangan orang lain dengan mencoba menjahit beberapa kain dan seprai," ujarnya, merujuk pada upaya keluarganya untuk membangun tempat penampungan baru.
Bulan Agustus kemarin, Kabinet keamanan Israel menyetujui rencana pendudukan militer Kota Gaza, sebuah tindakan yang menurut Netanyahu telah menyebabkan pengungsian 100.000 warga Palestina.
Saat Israel berupaya mengusir penduduk Kota Gaza ke selatan daerah kantong itu, warga Palestina mengatakan bahwa tidak ada tempat yang aman di wilayah itu.
Kementerian Dalam Negeri Gaza mengeluarkan pernyataan pada hari Minggu yang memperingatkan warga Palestina di Kota Gaza agar tidak mempercayai klaim Israel bahwa mereka telah mendirikan zona kemanusiaan di daerah al-Mawasi, Khan Younis.
"Kami mengimbau warga di Kota Gaza untuk mewaspadai klaim palsu pendudukan tentang keberadaan zona aman kemanusiaan di selatan Jalur Gaza," demikian pernyataan tersebut.
Militer Israel menyatakan al-Mawasi sebagai "zona kemanusiaan" sejak awal kampanye militernya melawan Gaza. Tetapi sejak itu, al-Mawasi justru telah dibom berkali-kali.
Al Jazeera juga melaporkan, bahwa setiap 5 hingga 10 menit, terdengar suara ledakan dari segala arah di Kota Gaza, termasuk pemboman besar-besaran di lingkungan Sabra dan Zeitoun.
Pasukan Israel menggunakan robot peledak yang dikendalikan dari jarak jauh, dan meledakkannya di jalan-jalan permukiman, menghancurkan permukiman. Di Sheikh Radwan, Mahmoud menambahkan, rumah-rumah, fasilitas umum, sekolah, dan masjid masjid juga dibombardir.
138 Anak Mati Kelaparan
Tim penyelamat juga melaporkan, bahwa sedikitnya delapan warga Palestina, termasuk anak-anak yang sedang berlindung di sebuah sekolahan, Al-Farabi diubah menjadi tempat perlindungan, di barat Kota Gaza.
Sohaib Foda, yang sedang tidur di kasur di Sekolah al-Farabi Kota Gaza ketika serangan itu terjadi, mengatakan serangan itu menyebabkan dia dan seorang kerabat muda terluka.
"Saya mendengar suara dentuman, dan sebuah balok jatuh menimpa wajah saya. Putri sepupu saya, yang sedang tidur di sini, terluka dan jatuh di samping saya. Balok lain kemudian jatuh menimpa kepalanya," kata Foda.
"Semua orang berteriak. Saya ketakutan. Ketika saya menyentuh wajah saya, wajah saya berlumuran darah, dan saya menyadari bahwa saya terluka."
Mohammed Ayed, saksi mata serangan tersebut mengatakan sekolah dua kali diroket. Ia menambahkan bahwa tim masih bekerja di reruntuhan untuk menyelamatkan orang-orang yang hilang atau menemukan jenazah mereka.
"Sejauh ini kami telah menemukan dua tangan," katanya. "Seperti yang anda lihat, ini adalah tangan anak-anak," ujar Ayed.
Israel telah membunuh sedikitnya 64.368 warga Palestina dan melukai 162.776 lainnya sejak pecah perang Oktober 2023.
Bahkan puluhan lainnya masih terkubur di bawah reruntuhan bangunan dan kelaparan terus menyebar di wilayah tersebut.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan sedikitnya lima orang, termasuk tiga anak-anak, meninggal dunia karena kelaparan di Gaza selama sehari terakhir.
Angka-angka ini menjadikan jumlah total kematian akibat malnutrisi di Gaza menjadi 387, termasuk 138 anak-anak, sejak dimulainya perang Israel di Gaza.
Sejak pemantau kelaparan global, IPC, mengonfirmasi bencana kelaparan di Gaza utara pada 22 Agustus lalu, telah mencatat 109 kematian terkait kelaparan, 23 diantaranya anak-anak.
Para akademisi, pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan kelompok hak asasi manusia terkemuka telah menggambarkan kekejaman mengerikan yang dilakukan Israel di Gaza sebagai genosida .
Tetapi Minggu kemarin, Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengajukan proposal baru untuk mengakhiri perang di Gaza, dan kelompok Palestina itu mengakui menerima ide dari AS, dan mereka menyambut baik upaya apa pun untuk mencapai gencatan senjata yang langgeng
Namun sekali lagi Donald Trump justru memberi "peringatan terakhir" pada Hamas agar "nurut", sementara kekejaman Israel yang berlangsung hingga sekarang sama sekali tidak diungkapkan.
Kelompok Palestina mengakui menerima “ide” dari AS itu , dan mengatakan bahwa mereka menyambut baik upaya apa pun untuk mencapai gencatan senjata yang langgeng. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Trump Hanya Peringatkan Hamas, tapi Tidak untuk Kekejian Israel
Writer | : Widodo Irianto |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |